Jumat, 18 November 2016

English Business I - Meeting and Discussion Conversation (Softskill Assignment)



Kelompok 7

Meeting In The Restaurant 


Cast:
  • Desika Sofianti as Manager
  • Dwi Verawati as Waiter 1
  • Fajar Yudha Seno as Consumer 1
  • Hedwig Fernanda as Headwaiter
  • Naufal Muhammad as Consumer 2 and New Chef
  • Sefti Rahmawati as Assistant Manager
  • Usamah Abdurahman as Waiter 2
 

Jumat, 29 April 2016

Karen Hawkins - How to Abduct A Highland Lord [MacLean Curse #1]

Judul : How to Abduct A Highland Lord
Sub Judul : Menculik Lord Highland
Seri : MacLean Curse #1
Penulis : Karen Hawkins
Penerbit : Gramedia
Tanggal Terbit : Januari 2012
Halaman : 360
Dimensi : 110 x 180
Berat : 200 gram
Genre : Historical Romance







SINOPSIS

Lima belas tahun lalu, Jack Kincaid dan Fiona MacLean bermaksud kawin lari, namun ternyata usaha mereka gagal. Penyebabnya? Fiona merasa bahwa dia tidak cocok bersama dengan pria itu dan yang mengantarkan pesan tersebut adalah kakak-kakaknya.
Kini, Jack dalam keadaan tidak sadar tengah berdiri di depan altar dan menikah dengan wanita yang menolaknya dulu. Ini semua pasti hanya mimpi. Tapi kenyataan tidak sebaik itu pada Jack, dia menikah dengan Fiona dan pernikahan tersebut tak dapat dibatalkan.
Fiona menjelaskan mengapa dia menikahi Jack. Keluarga Kincaid dan MacLean telah berseteru sejak awal, ditambah dengan kematian Callum, adik bungsu Fiona, yang diduga terbunuh di tangan Kincaid menyebabkan pertumpahan darah nyaris tak dapat dihindari. Menyatukan kedua keluarga melalui penikahan adalah satu-satunya cara.
Okeeee... Menikah dengan Fiona tidak terlalu buruk. Mereka sama-sama saling bergairah satu sama lain, itu tak dapat dipungkiri. Tapi, Jack tetap merasa marah karena wanita itu memaksanya menikah. Dia tidak akan melepaskan kebiasannya bersenang-senang begitu saja. Itu lah harga yang harus dibayar Fiona.
Fiona kesal dengan kebiasaan Jack yang keluar sejak malam dan kembali pagi hari. Jika Jack bisa melakukannya, berarti dia juga bisa kan? Mari kita lihat siapa yang menang, dirinyakah atau Jack?
Melihat kebiasaan baru Fiona, Jack jadi uring-uringan. Dia yang menetapkan peraturan itu, sekarang kenapa dia merasa tidak menang? Kali ini dia bermaksud untuk memenangkan hati Fiona dan membuat wanita itu selalu berada di sisinya, bukan keluyuran seperti dirinya.

REVIEW
My second novel untuk karya Karen Hawkins. Sejak awal saya dibuat tertawa dengan perilaku Fiona dan Jack. Fiona bisa mengendalikan hujan di mana hujan hanya akan membasahi orang yang membuat dirinya kesal.
Plot dari cerita ini pun sederhana namun sayang banyak yang tidak diulas secara mendetail. Misalnya para kakak Fiona yang katanya sangat sadis, tapi di ceritanya malah mereka seperti orang yang menjahili Jack, bukan membencinya. Padahal di awal katanya kakak-kakak Fiona sangat benci Kincaid.
Endingnya menurut saya kurang menggigit karena selesai begitu saja. Seharusnya ditambahkan epilogue yang sedikit menceritakan kehidupan kedua karakter utama ini beberapa tahun berikutnya. Misalnya anak mereka atau cuplikan mengenai kakak-kakak Fiona.
Yang saya sukai dari cerita ini adalah cuplikan pembicaraan Nora Lochlomon kepada ketiga cucu perempuannya yang kecil. Itu juga kocak dan sedikit menggambarkan asal-usul kekuatan para MacLean mengendalikan cuaca. Jadi penasaran juga, cucunya ini siapa?
Overall, How to Abduct A Highland Lord merupakan bacaan ringan dengan plot cepat (menurut saya). Cocok buat jadi selingan di antara novel-novel Historical Romance yang tebal-tebal. Happy Reading!

Senin, 25 April 2016

World Trade Organization (WTO)



Berdirinya WTO
WTO adalah organisasi dunia yang khusus mengatur masalah perdagangan dunia. WTO dibentuk oleh Negara-negara di dunia termasuk Indonesia. WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 tetapi sistem perdagangan itu sendiri telah ada setengah abad yang lalu. Sejak tahun 1948, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) – Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan telah membuat aturan-aturan untuk sistem ini. Sejak tahun 1948-1994 sistem GATT memuat peraturan-peraturan mengenai perdagangan dunia dan menghasilkan pertumbuhan perdagangan internasional tertinggi.
Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentuk International Trade Organization (ITO), suatu badan khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan bank Dunia). Meskipun Piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN Conference on Trade and Development di Havana pada bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara tidak berjalan lancar. Tantangan paling serius berasal dari kongres Amerika Serikat, yang walaupun sebagai pencetus, AS tidak meratifikasi Piagam Havana sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan. Meskipun demikian, GATT tetap merupakan instrument multilateral yang mengatur perdagangan internasional.
Hampir setengah abad teks legal GATT masih tetap sama sebagaimana pada tahun 1948 dengan beberapa penambahan diantaranya bentuk persetujuan “plurilateral” (disepakati oleh beberapa negara saja) dan upaya-upaya pengurangan tariff. Masalah-masalah perdagangan diselesaikan melalui serangkaian perundingan multilateral yang dikenal dengan nama “Putaran Perdagangan” (trade round), sebagai upaya untuk mendorong liberalisasi perdagangan internasional.
Indonesia sejak menjadi anggota WTO telah melaksanakan penyesuaian berbagai peraturan kebijakan perdagangannya menurut ketentuan World Trade Organization/WTO.Kebijakan perdagangan yang menyangkut perijinan import. Persetujuan ini mengharuskan setiap Anggota membuat peraturan kebijakan impor sesederhana mungkin, transparan, proses cepat, dan terprediksi. Meskipun demikian, upaya penyesuaian kebijakan impor tersebut menghadapi beberapa kendala.
Sejumlah peraturan impor masih dianggap bermasalah baik oleh negara mitra dagang maupun dari pemangku kepentingan dalam negeri. Mereka menganggap bahwa kebijakan impor Indonesia sebagai proteksi terselubung dan mendistorsi pasar. Dalam sidang ILA – WTO, tanggal 30 Oktober 2006, Amerika Serikat mempermasalahkan peraturan impor tekstil sebagaimana termuat di dalam SK No. 732/MPP/Kep/10/2002. Indonesia diminta untuk mencabut peraturan tersebut karena mendistorsi pasar dan tidak konsisten dengan ILA – WTO demi memproteksi industri tekstil domestik.
Di dalam negeri sendiri, kebijakan impor dianggap oleh sejumlah pihak sengaja dibuat tidak transparan, memihak demi mendukung keuntungan sekelompok kepentingan tertentu saja. Melalui media massa, masyarakat non-produsen hingga anggota DPR bahkan mengecam kebijakan impor gula dan beras sebagai kebijakan yang tidak pro–rakyat. Meskipun demikian, ketika terjadi krisis kelangkaan pangan, tidak ada satu pihakpun dari pemrotes bertanggung jawab atas komentar mereka. Masalah domestik pada akhirnya juga akan menjadi masalah internasional, mengingat kedudukan importir tersebut merupakan representasi dari posisi negara mitra dagang yang mengekspor ke Indonesia.

Permasalahan yang terjadi pada WTO
Munculnya berbagai masalah kemungkinan diduga berasal dari adanya kendala mentransformasikan garis-garis besar ketentuan Import Licensing WTO ke dalam bentuk peraturan pelaksananya. Masalah tersebut juga diperberat oleh kompleksitas ketentuan AIL – WTO, belum meratanya pengetahuan mengenai ILA – WTO, sering terjadinya pergantian struktur dan pejabat pemerintah, serta adanya kendala teknis untuk pembuatan dan penyebarluasan peraturan.

Putaran-putaran perundingan
Pada tahun-tahun awal, Putaran Perdagangan GATT mengkonsentrasikan negosiasi pada upaya pengurangan tariff. Pada Putaran Kennedy (pertengahan tahun 1960-an) dibahas mengenai tariff dan Persetujuan Anti Dumping (Anti Dumping Agreement).
Putaran Tokyo (1973-1979) meneruskan upaya GATT mengurangi tariff secara progresif. Hasil yang diperoleh rata-rata mencakup sepertiga pemotongan dari bea impor/ekspor terhadap 9 negara industri utama, yang mengakibatkan tariff rata-rata atas produk industri turun menjadi 4,7%. Pengurangan tariff, yang berlangsung selama 8 tahun, mencakup unsur “harmonisasi” – yakni semakin tinggi tariff, semakin luas pemotongannya secara proporsional. Serangkaian persetujuan mengenai hambatan non tariff telah muncul di berbagai perundingan, yang dalam beberapa kasus menginterpretasikan peraturan GATT yang sudah ada.
Selanjutnya adalah Putaran Uruguay (1986-1994) yang mengarah kepada pembentukan WTO. Putaran Uruguay memakan waktu 7,5 tahun. Putaran tersebut hampir mencakup semua bidang perdagangan. Pada saat itu putaran tersebut nampaknya akan berakhir dengan kegagalan. Tetapi pada akhirnya Putaran Uruguay membawa perubahan besar bagi sistem perdagangan dunia sejak diciptakannya GATT pada akhir Perang Dunia II. Meskipun mengalami kesulitan dalam permulaan pembahasan, Putaran Uruguay memberikan hasil yang nyata. Hanya dalam waktu 2 tahun, para peserta telah menyetujui suatu paket pemotongan atas bea masuk terhadap produk-produk tropis dari negara berkembang, penyelesaian sengketa, dan menyepakati agar para anggota memberikan laporan reguler mengenai kebijakan perdagangan. Hal ini merupakan langkah penting bagi peningkatan transparansi aturan perdagangan di seluruh dunia.

Persetujuan-persetujuan WTO
Struktur dasar persetujuan WTO, meliputi:
- Barang/ goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT)
- Jasa/ services (General Agreement on Trade and Services/ GATS)
- Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/ TRIPs)
- Penyelesaian sengketa

Persetujuan Bidang Pertanian
Persetujuan Bidang Pertanian (Agreement on Agriculture/ AoA) yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995 bertujuan untuk melakukan reformasi kebijakan perdagangan di bidang pertanian dalam rangka menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. Program reformasi tersebut berisi komitmen-komitmen spesifik untuk mengurangi subsidi domestik, subsidi ekspor dan meningkatkan akses pasar melalui penciptaan peraturan dan disiplin GATT yang kuat dan efektif.
Persetujuan tersebut juga meliputi isu-isu di luar perdagangan seperti ketahanan pangan, perlindungan lingkungan, perlakuan khusus dan berbeda (special and differential treatment – S&D) bagi negara-negara berkembang, termasuk juga perbaikan kesempatan dan persyaratan akses untuk produk-produk pertanian bagi negara-negara tersebut.
Dalam Persetujuan Bidang Pertanian dengan mengacu pada sistem klasifikasi HS (harmonized system of product classification), produk-produk pertanian didefinisikan sebagai komoditi dasar pertanian (seperti beras, gandum, dll.) dan produk-produk olahannya (seperti roti, mentega, dll.) Sedangkan, ikan dan produk hasil hutan serta seluruh produk olahannya tidak tercakup dalam definisi produk pertanian tersebut.
Persetujuan Bidang Pertanian menetapkan sejumlah peraturan pelaksanaan tindakan-tindakan perdagangan di bidang pertanian, terutama yang menyangkut akses pasar, subsidi domestik dan subsidi ekspor. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, para anggota WTO berkomitmen untuk meningkatkan akses pasar dan mengurangi subsidi-subsidi yang mendistorsi perdagangan melalui skedul komitmen masing-masing negara. Komitmen tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari GATT.

Pembubaran WTO
Konfrensi Tingkat Menteri (KTM) WTO Ke-IV akan diselenggarakan di Hongkong pada tanggal 13-18 Desember 2005. Ini adalah pertemuan yang diselengarakan untuk melakukan negosiasi perjanjian perdagangan antar Negara. Dalam rangka perdagangan bebas, World Trade Organisation (WTO) memaksa Negara-negara di dunia ketiga untuk membuka akses pasar bagi kepentingan perdagangan korporasi (TNC/MNC) Negara maju. Dengan menggunakan instrument perjanjian yang mengikat antara Negara, WTO berubah menjadi rezim perdagangan internasional yang paling berkuasa di dunia.

Alasan kita harus melawan WTO adalah:
Pertama, karena WTO merupakan kepanjangan tangan dari perusahaan-perusahaan internasional (TNC/MNC) dan negara maju (Amerika, Ingrris, Jepang, Francis, dll.) untuk mengeruk sumber daya alam dan menjajah kembali Indonesia.
Kedua, karena WTO berusaha menghancurkan sektor pertanian yang menjadi tulang punggung bagi mayoritas petani Indonesia, serta merupakan mata pencaharian utama rakyat Indonesia. WTO juga menghalangi/melarang pemerintah Indonesia berpegang pada kedaulatan pangan, serta menyediakan akses terhadap air, lahan pertanian dan pengamanan terhadap impor produk pertanian. Sektor pertanian menjadi penting karena berkaitan langsung dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, penghapusan kemiskinan, serta pembangunan pedesaan.
Ketiga, karena WTO mendorong paradigma/pola pikir pengembangan industri nasional yang yang bersifat eksploitasi besar-besaran terhadap sumberdaya alam dan manusia. Sejalan dengan ini, IMF dan Bank Dunia akan bekerja memberi utang dan memastikan perusahaan asing dapat beroperasi dengan menggunakan buruh murah dan menguras Sumber Daya Alam di Indonesia.
Keempat, karena WTO mendorong impor perdagangan jasa di Indonesia. Akibatnya adalah komersialisasi sejumlah pelayanan dasar rakyat seperti pendidikan dan kesehatan. WTO hanya akan menjadikan pelayanan pendidikan dan kesehatan hanya seperti barang dagangan. Siapa yang punya uang dialah yang akan pintar dan sehat. Sementara orang miskin, harus puas dengan kebodohan dan penyakitnya.

 Sumber: http://www.itgagal.com/2011/12/08/world-trade-organization-wto-organisasi-perdagangan-dunia/

Perbedaan Antara Hukum Perdata dan Pidana

PERBEDAAN PENGERTIAN
HUKUM PERDATA
HUKUM PIDANA
Hukum perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga.
Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain.
Hukum pidana adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain, atau antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain, dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan, dimana ketentuan dan peraturan dimaksud dalam kepentingan untuk mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Dalam praktek, hubungan antara subyek hukum yang satu dengan yang lainnya ini, dilaksanakan dan tunduk karena atau pada suatu kesepakatan atau perjanjian yang disepakati oleh para subyek hukum dimaksud. Dalam kaitan dengan sanksi bagi yang melanggar, maka pada umumnya sanksi dalam suatu perikatan adalah berupa ganti kerugian. Permintaan atau tuntutan ganti kerugian ini wajib dibuktikan disertai alat bukti yang dalam menunjukkan bahwa benar telah terjadi kerugian akibat pelanggaran atau tidak dilaksanakannya suatu kesepakatan.

PERBEDAAN DALAM ISI
HUKUM PERDATA
HUKUM PIDANA
Hukum perdata dapat digolongkan antara lain menjadi:
1.        Hukum keluarga
2.        Hukum harta kekayaan
3.        Hukum benda
4.        Hukum Perikatan
5.        Hukum Waris


Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu hukum privat dan hukum publik (C.S.T Kansil). Hukum privat adalah hukum yg mengatur hubungan orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yg mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya.
Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil.
Hukum Pidana Formil yaitu mencakup cara melakukan atau pengenaan pidana.
Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi).





PERBEDAAN DALAM SISTIMATIKANYA
HUKUM PERDATA
HUKUM PIDANA
KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
1.    Buku kesatu tentang Orang/ Van Personnenrecht
Buku pertama mengatur tentang orang sebagai subyek hukum, hukum perkawinan dan hukum keluarga, termasuk waris.
·       Bab I- Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan
·       Bab II- Tentang akta-akta catatan sipil
·       Bab III- Tentang tempat tinggal atau domisili
·       Bab IV- Tentang perkawinan
·       Bab V- Tentang hak dan kewajiban suami-istri
·       Bab VI- Tentang harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya
·       Bab VII- Tentang perjanjian Perkawinan
·       Bab VIII- Tentang gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau selanjutnya
·       Bab IX- Tentang pemisahan harta-benda
·       Bab X- Tentang pembubaran perkawinan
·       Bab XI- Tentang pisah meja dan ranjang
·       Bab XII- Tentang keayahan dan asal keturunan anak-anak
·       Bab XIII- Tentang kekeluargaan sedarah dan semenda
·       Bab XIV- Tentang kekuasaan orang tua
·       Bab XIVA- Tentang penentuan, perubaran dan pencabutan tunjangan nafkah
·       Bab XV- Tentang kebelumdewasaan dan perwalian
·       Bab XVI- Tentang pendewasaan
·       Bab XVII- Tentang pengampuan
·       Bab XVIII- Tentang keadaan tak hadir
2.    Buku kedua tentang Kebendaan/ Zaakenrecht
Buku kedua mengatur mengenai benda sebagai obyek hak manusia dan juga mengenai hak kebendaan. Benda dalam pengertian yang meluas merupakan segala sesuatu yang dapat dihaki (dimiliki) oleh seseorang. Sedangkan maksud dari hak kebendaan adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan kepada pihak ketiga.
·       Bab I- Tentang kebendaan dan cara membeda-bedakannya
·       Bab II- Tentang kedudukan berkuasa (bezit) dan hak-hak yang timbul karenanya
·       Bab III- Tentang hak milik (eigendom)
·       Bab IV- Tentang hak dan kewajiban antara pemilik-pemilik pekarangan yang satu sama lain bertetanggaan
·       Bab V- Tentang kerja rodi
·       Bab VI- Tentang pengabdian pekarangan
·       Bab VII- Tentang hak numpang karang
·       Bab VIII- Tentang hak usaha (erfpacht)
·       Bab IX- Tentang bunga tanah dan hasil sepersepuluh
·       Bab X- Tentang hak pakai hasil
·       Bab XI- Tentang hak pakai dan hak mendiami
·       Bab XII- Tentang perwarisan karena kematian
·       Bab XIII- Tentang surat wasiat
·       Bab XIV- Tentang pelaksana wasiat dan pengurus harta peninggalan
·       Bab XV- Tentang hak memikir dan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan
·       Bab XVI- Tentang hal menerima dan menolak suatu warisan
·       Bab XVII- Tentang pemisahan harta peninggalan
·       Bab XVIII- Tentang harta peninggalan yang tak terurus
·       Bab XIX- Tentang piutang-piutang yang diistimewakan
·       Bab XX- Tentang gadai
·       Bab XXI- Tentang hipotik
3.    Buku ketiga tentang Perikatan/ Verbintenessenrecht
Buku mengatur tentang perikatan (verbintenis). Maksud penggunaan kata “Perikatan” di sini lebih luas dari pada kata perjanjian. Perikatan ada yang bersumber dari perjanjian namun ada pula yang bersumber dari suatu perbuatan hukum baik perbuatan hukum yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming). Buku ketiga tentang perikatan ini mengatur tentang hak dan kewajiban yang terbit dari perjanjian, perbuatan melanggar hukum dan peristiwa-peristiwa lain yang menerbitkan hak dan kewajiban perseorangan.
Buku ketiga bersifat tambahan (aanvulend recht), atau sering juga disebut sifat terbuka, sehingga terhadap beberapa ketentuan, apabila disepekati secara bersama oleh para pihak maka mereka dapat mengatur secara berbeda dibandingkan apa yang diatur didalam BW. Sampai saat ini tidak terdapat suatu kesepakatan bersama mengenai aturan mana saja yang dapat disimpangi dan aturan mana yang tidak dapat disimpangi. Namun demikian, secara logis yang dapat disimpangi adalah aturan-aturan yang mengatur secara khusus (misal : waktu pengalihan barang dalam jual-beli, eksekusi terlebih dahulu harga penjamin ketimbang harta si berhutang). Sedangkan aturan umum tidak dapat disimpangi (misal : syarat sahnya perjanjian, syarat pembatalan perjanjian).
·       Bab I- Tentang perikatan- perikatan umumnya
·       Bab II- Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian
·       Bab III- Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi undang-undang
·       Bab IV- Tentang hapusnya perikatan-perikatan
·       Bab V- Tentang jual-beli
·       Bab VI- Tentang tukar-menukar
·       Bab VII- Tentang sewa-menyewa
·       Bab VIIA- Tentang perjanjian-perjanjian untuk melakukan pekerjaan
·       Bab VIII- Tentang persekutuan
·       Bab IX- Tentang perkumpulan
·       Bab X- Tentang hibah
·       Bab XI - Tentang penitipan barang
·       Bab XII- Tentang pinjam pakai
·       Bab XIII- Tentang pinjam-meminjam
·       Bab XIV- Tentang bunga tetap atau bunga abadi
·       Bab XV- Tentang perjanjian-perjanjian untung-untungan
·       Bab XVI- Tentang pemberian kuasa
·       Bab XVII- Tentang penanggungan utang
·       Bab XVIII - Tentang perdamaian
4.    Buku keempat Tentang pembuktian dan daluwarsa  Verjaring en Bewijs
Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan daluwarsa. Hukum tentang pembuktian tidak saja diatur dalam hukum acara (Herzine Indonesisch Reglement/ HIR) namun juga diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Didalam buku keempat ini diatur mengenai prinsip umum tentang pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti. Dikenal adanya 5 macam alat bukti yaitu :
·       a. Surat-surat
·       b. Kesaksian
·       c. Persangkaan
·       d. Pengakuan
·       e. Sumpah
Daluwarsa (lewat waktu) berkaitan dengan adanya jangka waktu tertentu yang dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik (acquisitive verjaring) atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive verjaring). Selain itu diatur juga hal-hal mengenai “pelepasan hak” atau “rechtsverwerking” yaitu hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan suatu hak.
·       Bab I- Tentang pembuktian pada umumnya
·       Bab II- Tentang pembuktian dengan tulisan
·       Bab III- Tentang pembuktian dengan saksi-saksi
·       Bab IV- Tentang persangkaan-persangkaan
·       Bab V- Tentang pengakuan
·       Bab VI- Tentang sumpah di muka hakim
·       Bab VII- Tentang daluwarsa
KUHPidana terdiri dari 3 bagian, yaitu:
1.     Buku kesatu tentang aturan umum
Yaitu berlaku untuk seluruh hokum pidana. Ketentuan dalam buku kesatu juga berlaku bagi peraturan-peraturan yang oleh peraturan dan perundangan lain diancam dengan pidana kecuali kalau ditentukan lain oleh undang-undang.
Dalam buku kesatu menganut asas legalitas/ principle of legalitas. Yaitu “Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praeve Legc”, artinya tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu.
dalam asas tersebut terkandung maksud:
a.    Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih daahulu belum dinyatakan dalam suatu peraturan perundang-undangan
b.    Aturan hukum pidana tidak berlaku surut.
Untuk memidana seseorang dikenal dengan asas “Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan”.
·       Bab I- Tentang batas-batas berlakunya aturan pidana dalam perundang-undangan
·       Bab II- Tentang pidana
·       Bab III- Tentang hal-hal yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pidana
·       Bab IV- Tentang percobaan
·       Bab V Tentang penyertaan dalam tindak pidana
·       Bab VI- Tentang perbarengan tindak pidana
·       Bab VII- mengajukan dan menarik kembali pengaduan dalam hal kejahatan-kejahatan yang hanya dituntut atas pengaduan
·       Bab VIII- Tentang hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana
·       Bab IX- Tentang arti beberapa istilah yang dipakai dalam kitab undang-undang
2.     Buku kedua tentang kejahatan
Berlaku untuk semua jenis kejahatan. Misalnya: pencurian, penipuan dan lain-lain.
·       Bab I- Tentang kejahatan terhadap keamanan negara
·       Bab II- Tentang kejahatan-kejahatan terhadap martabat presiden dan wakil presiden
·       Bab III- Tentang kejahatan-kejahatan  terhadap Negara sahabat dan terhadap kepada Negara sahabat serta wakilnya
·       Bab IV- Tentang kejahatan terhadap melakukan kewajiban dan hak kenegaraan
·       Bab V- Tentang kejahatan terhadap ketertiban umum
·       Bab VI- Tentang perkelahian tanding
·       Bab VII- Tentang kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang
·       Bab VIII- Tentang kejahatan terhadap penguasa umum
·       Bab IX- Tentang sumpah palsu dan keterangan palsu
·       Bab X- Tentang pemalsuan mata uang dan uang kertas
·       Bab XI- Tentang pemalsuan materai dan merek
·       Bab XII- Tentang pemalsuan surat
·       Bab XIII- Tentang kejahatan terhadap asal usul dan perkawinan
·       Bab XIV- Tentang kejahtan terhadap kesusilaan
·       Bab XV- Tentang meninggalkan orang yang perlu ditolong
·       Bab XVI- Tentang penghinaan
·       Bab XVII- Tentang Pemalsuan surat
·       Bab XVIII- Tentang kejahatan terhadap kemerdekaan orang
·       Bab XIX- Tentang kejahatan terhadap nyawa
·       Bab XX- Tentang Penganiayaan
·       Bab XXI- Tentang menyebabkan mati atau luka-luka karena kealpaan
·       Bab XXII- Tentang pencurian
·       Bab XXIII- Tentang pemerasan dan pengancaman
·       Bab XXIV- Tentang penggelapan
·       Bab XXV- Tentang perbuatan curang
·       Bab XXVI- Tentang perbuatan merugikan pemiutang atau orang yang mempunyai hak
·       Bab XXVII- tentang menghancurkan atau merusakkan barang
·       Bab XXVIII- Tentang kejahatan jabatan
·       Bab XXIX- Tentang kejahatan pelayaran
·       Bab XXXA- Tentang kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/ prasarana penerbangan
·       Bab XXX- Tentang penadahan penerbitan dan percetakan
·       Bab XXXI- Tentang aturan tentang pengulangan kejahatan yang bersangkutan dengan berbagai bab
3.     Buku ketiga tentang pelanggaran.
Yaitu pelanggaran terhadap ketertiban umum. Misalnya: pengemisan, penggelandangan, dan lain-lain.
·       Bab I- Tentang pelanggaran keamanan umum bagi orang atau barang dan kesehatan
·       Bab II- Tentang pelanggaran ketertiban umum
·       Bab III- Tentang pelanggaran terhadap penguasa umum
·       Bab IV- Tentang pelanggaran mengenai asal usul dan perkawinan
·       Bab V- Tentang pelanggaran terhadap orang yang memerlukan pertolongan
·       Bab VI- Tentang pelanggaran kesusilaan
·       Bab VII- Tentang pelanggaran mengenai tanah, tanaman dan pekarangan
·       Bab VIII- Tentang pelanggaran jabatan
·       Bab IX- Tentang pelanggaran pelayanan






PERBEDAAN DALAM DASAR BERLAKUNYA HUKUM DI INDONESIA
HUKUM PERDATA
HUKUM PIDANA
Yang menjadi dasar berlakunya BW di Indonesia adalah pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 , yang berbunyi :
“segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakannya aturan yang baru menurut undang-undang dasar ini.”

Asas berlakunya hukum pidana adalah asas legalitas pasal 1(1) KUHPidana
Yaitu yang berbunyi:
1.           Sesuatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentungan perundang-undangan pidana yang telah ada
2.           Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya


PERBEDAAN DALAM MENGATUR
HUKUM PERDATA
HUKUM PIDANA
Hukum Perdata mengatur hubungan hukum antara orang satu dengan orang lain  dengan menitikberatkan pada kepentingan perorangan.
Misal: A merupakan anggota kelompok simpan pinjam “MAWAR BERSEMI”. Pada waktu meminjam dana pada “MAWAR BERSEMI” si A terikat kontrak dengan program “MAWAR BERSEMI”. Hubungan hukum antara A dan “MAWAR BERSEMI” dikenai aturan hukum perdata. Bila dikemudian hari A tidak mau mengembalikan uang yang dipinjamnya, tindakan ini akan dikenai aturan hukum perdata
hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antara seorang anggota masyarakat (sebagi warga Negara) dengan Negara (sebagai penguasa tata tertib masyarakat).
Misal: Ketua kelompok UEP “MELATI PUTIH” Tidak menyerahkan setoran anggota kelompoknya kepada UEP “MELATI PUTIH”, tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi. Maka perbuatan tersebut termasuk tindak pidana, yaitu masuk dalam klausul delik pidana penggelapan



PERBEDAAN DALAM PENERAPAN
HUKUM PERDATA
HUKUM PIDANA
Pelanggaran terhadap aturan hukum perdata baru dapat diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak berkepentingan yang merasa dirugikan (disebut: penggugat)
Pelanggaran terhadap hukum perdata diambil diambil tindakan oleh pengadilan setelah adanya pengaduan dari pihak ynag merasa dirugikan. Pihak yang mengadu tersebut menjadi penggugat dalam perkara tersebut.

Pelanggaran terhadap aturan hukum pidana segera diambil tindakan oleh aparat hukum tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan, kecuali tindak pidana yang termasuk dalam delik aduan seperti perkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, pencurian oleh keluarga, dll.
Pelanggaran terhadap hukum pidana pada umumnya segera diambil tindakan oleh pengadilan tanpa perlu ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Setelah ada pelanggaran terhadap norma hukum pidana, maka alat-alat perlengkapan negara seperti polisi, jaksa dan hakim segera bertindak.
1.      Pihak yang menjadi korban cukuplah melaporkan kepada pihak yang berwajib (polisi) tentang tindak pidana yang terjadi. Dan yang menjadi penggugat adalah Jaksa (Penuntut Umum)
2.      Terhadap beberapa tindak pidana tertentu tidak akan diamabil tindakan oleh pihak yang berwajib jika tidak diajukan pengaduan, misalnya perzinahan,pencurian, perkosaan dsb.



PERBEDAAN PENAFSIRAN
HUKUM PERDATA
HUKUM PIDANA
Hukum perdata memperbolehkan untuk melakukan berbagai interpretasi terhadap Undang-Undang Hukum Perdata.
Hukum pidana hanya boleh ditafsirkan menurut arti kata dalam Undang-Undang Hukum Pidana itu sendiri. (penafsiran authentuik)


Sumber: http://padepokannurulhudaalfatawy.blogspot.co.id/2012/12/perbedaan-hukum-pidana-dengan-hukum.html