PERBEDAAN PENGERTIAN | |
HUKUM PERDATA
|
HUKUM PIDANA
|
Hukum
perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap
orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang
timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga.
Hukum
perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan hukum
perdata formal. Hukum perdata material mengatur
kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata
formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila
dilanggar oleh orang lain.
|
Hukum
pidana adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur
hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain, atau
antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain, dengan
menitik beratkan pada kepentingan perseorangan, dimana ketentuan dan
peraturan dimaksud dalam kepentingan untuk mengatur dan membatasi
kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan
atau kepentingan hidupnya.
Dalam
praktek, hubungan antara subyek hukum yang satu dengan yang lainnya
ini, dilaksanakan dan tunduk karena atau pada suatu kesepakatan atau
perjanjian yang disepakati oleh para subyek hukum dimaksud. Dalam
kaitan dengan sanksi bagi yang melanggar, maka pada umumnya sanksi
dalam suatu perikatan adalah berupa ganti kerugian. Permintaan atau
tuntutan ganti kerugian ini wajib dibuktikan disertai alat bukti yang
dalam menunjukkan bahwa benar telah terjadi kerugian akibat
pelanggaran atau tidak dilaksanakannya suatu kesepakatan.
|
PERBEDAAN DALAM ISI
| |
HUKUM PERDATA
|
HUKUM PIDANA
|
Hukum perdata dapat digolongkan antara lain menjadi:
1. Hukum keluarga
2. Hukum harta kekayaan
3. Hukum benda
4. Hukum Perikatan
5. Hukum Waris
|
Berdasarkan
isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu hukum privat dan hukum
publik (C.S.T Kansil). Hukum privat adalah hukum yg mengatur hubungan
orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yg mengatur
hubungan antara negara dengan warga negaranya.
Hukum
pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi
menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana
formil.
Hukum Pidana Formil yaitu mencakup cara melakukan atau pengenaan pidana.
Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi).
|
PERBEDAAN DALAM SISTIMATIKANYA
| |
HUKUM PERDATA
|
HUKUM PIDANA
|
KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
1. Buku kesatu tentang Orang/ Van Personnenrecht
Buku pertama mengatur tentang orang sebagai subyek hukum, hukum perkawinan dan hukum keluarga, termasuk waris.
· Bab I- Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan
· Bab II- Tentang akta-akta catatan sipil
· Bab III- Tentang tempat tinggal atau domisili
· Bab IV- Tentang perkawinan
· Bab V- Tentang hak dan kewajiban suami-istri
· Bab VI- Tentang harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya
· Bab VII- Tentang perjanjian Perkawinan
· Bab VIII- Tentang gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau selanjutnya
· Bab IX- Tentang pemisahan harta-benda
· Bab X- Tentang pembubaran perkawinan
· Bab XI- Tentang pisah meja dan ranjang
· Bab XII- Tentang keayahan dan asal keturunan anak-anak
· Bab XIII- Tentang kekeluargaan sedarah dan semenda
· Bab XIV- Tentang kekuasaan orang tua
· Bab XIVA- Tentang penentuan, perubaran dan pencabutan tunjangan nafkah
· Bab XV- Tentang kebelumdewasaan dan perwalian
· Bab XVI- Tentang pendewasaan
· Bab XVII- Tentang pengampuan
· Bab XVIII- Tentang keadaan tak hadir
2. Buku kedua tentang Kebendaan/ Zaakenrecht
Buku
kedua mengatur mengenai benda sebagai obyek hak manusia dan juga
mengenai hak kebendaan. Benda dalam pengertian yang meluas merupakan
segala sesuatu yang dapat dihaki (dimiliki) oleh seseorang. Sedangkan
maksud dari hak kebendaan adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan
langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan kepada pihak
ketiga.
· Bab I- Tentang kebendaan dan cara membeda-bedakannya
· Bab II- Tentang kedudukan berkuasa (bezit) dan hak-hak yang timbul karenanya
· Bab III- Tentang hak milik (eigendom)
· Bab IV- Tentang hak dan kewajiban antara pemilik-pemilik pekarangan yang satu sama lain bertetanggaan
· Bab V- Tentang kerja rodi
· Bab VI- Tentang pengabdian pekarangan
· Bab VII- Tentang hak numpang karang
· Bab VIII- Tentang hak usaha (erfpacht)
· Bab IX- Tentang bunga tanah dan hasil sepersepuluh
· Bab X- Tentang hak pakai hasil
· Bab XI- Tentang hak pakai dan hak mendiami
· Bab XII- Tentang perwarisan karena kematian
· Bab XIII- Tentang surat wasiat
· Bab XIV- Tentang pelaksana wasiat dan pengurus harta peninggalan
· Bab XV- Tentang hak memikir dan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan
· Bab XVI- Tentang hal menerima dan menolak suatu warisan
· Bab XVII- Tentang pemisahan harta peninggalan
· Bab XVIII- Tentang harta peninggalan yang tak terurus
· Bab XIX- Tentang piutang-piutang yang diistimewakan
· Bab XX- Tentang gadai
· Bab XXI- Tentang hipotik
3. Buku ketiga tentang Perikatan/ Verbintenessenrecht
Buku
mengatur tentang perikatan (verbintenis). Maksud penggunaan kata
“Perikatan” di sini lebih luas dari pada kata perjanjian. Perikatan
ada yang bersumber dari perjanjian namun ada pula yang bersumber dari
suatu perbuatan hukum baik perbuatan hukum yang melanggar hukum
(onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari pengurusan kepentingan
orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming). Buku
ketiga tentang perikatan ini mengatur tentang hak dan kewajiban yang
terbit dari perjanjian, perbuatan melanggar hukum dan
peristiwa-peristiwa lain yang menerbitkan hak dan kewajiban
perseorangan.
Buku
ketiga bersifat tambahan (aanvulend recht), atau sering juga disebut
sifat terbuka, sehingga terhadap beberapa ketentuan, apabila
disepekati secara bersama oleh para pihak maka mereka dapat mengatur
secara berbeda dibandingkan apa yang diatur didalam BW. Sampai saat
ini tidak terdapat suatu kesepakatan bersama mengenai aturan mana saja
yang dapat disimpangi dan aturan mana yang tidak dapat disimpangi.
Namun demikian, secara logis yang dapat disimpangi adalah
aturan-aturan yang mengatur secara khusus (misal : waktu pengalihan
barang dalam jual-beli, eksekusi terlebih dahulu harga penjamin
ketimbang harta si berhutang). Sedangkan aturan umum tidak dapat
disimpangi (misal : syarat sahnya perjanjian, syarat pembatalan
perjanjian).
· Bab I- Tentang perikatan- perikatan umumnya
· Bab II- Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian
· Bab III- Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi undang-undang
· Bab IV- Tentang hapusnya perikatan-perikatan
· Bab V- Tentang jual-beli
· Bab VI- Tentang tukar-menukar
· Bab VII- Tentang sewa-menyewa
· Bab VIIA- Tentang perjanjian-perjanjian untuk melakukan pekerjaan
· Bab VIII- Tentang persekutuan
· Bab IX- Tentang perkumpulan
· Bab X- Tentang hibah
· Bab XI - Tentang penitipan barang
· Bab XII- Tentang pinjam pakai
· Bab XIII- Tentang pinjam-meminjam
· Bab XIV- Tentang bunga tetap atau bunga abadi
· Bab XV- Tentang perjanjian-perjanjian untung-untungan
· Bab XVI- Tentang pemberian kuasa
· Bab XVII- Tentang penanggungan utang
· Bab XVIII - Tentang perdamaian
4. Buku keempat Tentang pembuktian dan daluwarsa Verjaring en Bewijs
Buku
keempat mengatur tentang pembuktian dan daluwarsa. Hukum tentang
pembuktian tidak saja diatur dalam hukum acara (Herzine Indonesisch
Reglement/ HIR) namun juga diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata. Didalam buku keempat ini diatur mengenai prinsip umum tentang
pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti. Dikenal adanya 5 macam
alat bukti yaitu :
· a. Surat-surat
· b. Kesaksian
· c. Persangkaan
· d. Pengakuan
· e. Sumpah
Daluwarsa
(lewat waktu) berkaitan dengan adanya jangka waktu tertentu yang
dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik (acquisitive
verjaring) atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang
dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive
verjaring). Selain itu diatur juga hal-hal mengenai “pelepasan hak” atau
“rechtsverwerking” yaitu hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu
tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia
sudah tidak akan mempergunakan suatu hak.
· Bab I- Tentang pembuktian pada umumnya
· Bab II- Tentang pembuktian dengan tulisan
· Bab III- Tentang pembuktian dengan saksi-saksi
· Bab IV- Tentang persangkaan-persangkaan
· Bab V- Tentang pengakuan
· Bab VI- Tentang sumpah di muka hakim
· Bab VII- Tentang daluwarsa
|
KUHPidana terdiri dari 3 bagian, yaitu:
1. Buku kesatu tentang aturan umum
Yaitu
berlaku untuk seluruh hokum pidana. Ketentuan dalam buku kesatu juga
berlaku bagi peraturan-peraturan yang oleh peraturan dan perundangan
lain diancam dengan pidana kecuali kalau ditentukan lain oleh
undang-undang.
Dalam buku kesatu menganut asas legalitas/ principle of legalitas. Yaitu “Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praeve Legc”, artinya tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu.
dalam asas tersebut terkandung maksud:
a. Tidak
ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu
terlebih daahulu belum dinyatakan dalam suatu peraturan
perundang-undangan
b. Aturan hukum pidana tidak berlaku surut.
Untuk memidana seseorang dikenal dengan asas “Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan”.
· Bab I- Tentang batas-batas berlakunya aturan pidana dalam perundang-undangan
· Bab II- Tentang pidana
· Bab III- Tentang hal-hal yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pidana
· Bab IV- Tentang percobaan
· Bab V Tentang penyertaan dalam tindak pidana
· Bab VI- Tentang perbarengan tindak pidana
· Bab VII- mengajukan dan menarik kembali pengaduan dalam hal kejahatan-kejahatan yang hanya dituntut atas pengaduan
· Bab VIII- Tentang hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana
· Bab IX- Tentang arti beberapa istilah yang dipakai dalam kitab undang-undang
2. Buku kedua tentang kejahatan
Berlaku untuk semua jenis kejahatan. Misalnya: pencurian, penipuan dan lain-lain.
· Bab I- Tentang kejahatan terhadap keamanan negara
· Bab II- Tentang kejahatan-kejahatan terhadap martabat presiden dan wakil presiden
· Bab III- Tentang kejahatan-kejahatan terhadap Negara sahabat dan terhadap kepada Negara sahabat serta wakilnya
· Bab IV- Tentang kejahatan terhadap melakukan kewajiban dan hak kenegaraan
· Bab V- Tentang kejahatan terhadap ketertiban umum
· Bab VI- Tentang perkelahian tanding
· Bab VII- Tentang kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang
· Bab VIII- Tentang kejahatan terhadap penguasa umum
· Bab IX- Tentang sumpah palsu dan keterangan palsu
· Bab X- Tentang pemalsuan mata uang dan uang kertas
· Bab XI- Tentang pemalsuan materai dan merek
· Bab XII- Tentang pemalsuan surat
· Bab XIII- Tentang kejahatan terhadap asal usul dan perkawinan
· Bab XIV- Tentang kejahtan terhadap kesusilaan
· Bab XV- Tentang meninggalkan orang yang perlu ditolong
· Bab XVI- Tentang penghinaan
· Bab XVII- Tentang Pemalsuan surat
· Bab XVIII- Tentang kejahatan terhadap kemerdekaan orang
· Bab XIX- Tentang kejahatan terhadap nyawa
· Bab XX- Tentang Penganiayaan
· Bab XXI- Tentang menyebabkan mati atau luka-luka karena kealpaan
· Bab XXII- Tentang pencurian
· Bab XXIII- Tentang pemerasan dan pengancaman
· Bab XXIV- Tentang penggelapan
· Bab XXV- Tentang perbuatan curang
· Bab XXVI- Tentang perbuatan merugikan pemiutang atau orang yang mempunyai hak
· Bab XXVII- tentang menghancurkan atau merusakkan barang
· Bab XXVIII- Tentang kejahatan jabatan
· Bab XXIX- Tentang kejahatan pelayaran
· Bab XXXA- Tentang kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/ prasarana penerbangan
· Bab XXX- Tentang penadahan penerbitan dan percetakan
· Bab XXXI- Tentang aturan tentang pengulangan kejahatan yang bersangkutan dengan berbagai bab
3. Buku ketiga tentang pelanggaran.
Yaitu pelanggaran terhadap ketertiban umum. Misalnya: pengemisan, penggelandangan, dan lain-lain.
· Bab I- Tentang pelanggaran keamanan umum bagi orang atau barang dan kesehatan
· Bab II- Tentang pelanggaran ketertiban umum
· Bab III- Tentang pelanggaran terhadap penguasa umum
· Bab IV- Tentang pelanggaran mengenai asal usul dan perkawinan
· Bab V- Tentang pelanggaran terhadap orang yang memerlukan pertolongan
· Bab VI- Tentang pelanggaran kesusilaan
· Bab VII- Tentang pelanggaran mengenai tanah, tanaman dan pekarangan
· Bab VIII- Tentang pelanggaran jabatan
· Bab IX- Tentang pelanggaran pelayanan
|
PERBEDAAN DALAM DASAR BERLAKUNYA HUKUM DI INDONESIA
| |
HUKUM PERDATA
|
HUKUM PIDANA
|
Yang menjadi dasar berlakunya BW di Indonesia adalah pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 , yang berbunyi :
“segala
peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama
belum diadakannya aturan yang baru menurut undang-undang dasar ini.”
|
Asas berlakunya hukum pidana adalah asas legalitas pasal 1(1) KUHPidana
Yaitu yang berbunyi:
1. Sesuatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentungan perundang-undangan pidana yang telah ada
2. Bilamana
ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan,
maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling
menguntungkannya
|
PERBEDAAN DALAM MENGATUR
| |
HUKUM PERDATA
|
HUKUM PIDANA
|
Hukum Perdata mengatur hubungan hukum antara orang satu dengan orang lain dengan menitikberatkan pada kepentingan perorangan.
Misal:
A merupakan anggota kelompok simpan pinjam “MAWAR BERSEMI”. Pada
waktu meminjam dana pada “MAWAR BERSEMI” si A terikat kontrak dengan
program “MAWAR BERSEMI”. Hubungan hukum antara A dan “MAWAR BERSEMI”
dikenai aturan hukum perdata. Bila dikemudian hari A tidak mau
mengembalikan uang yang dipinjamnya, tindakan ini akan dikenai aturan
hukum perdata
|
hukum
pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antara seorang anggota
masyarakat (sebagi warga Negara) dengan Negara (sebagai penguasa tata
tertib masyarakat).
Misal:
Ketua kelompok UEP “MELATI PUTIH” Tidak menyerahkan setoran anggota
kelompoknya kepada UEP “MELATI PUTIH”, tetapi digunakan untuk
kepentingan pribadi. Maka perbuatan tersebut termasuk tindak pidana,
yaitu masuk dalam klausul delik pidana penggelapan
|
PERBEDAAN DALAM PENERAPAN
| |
HUKUM PERDATA
|
HUKUM PIDANA
|
Pelanggaran
terhadap aturan hukum perdata baru dapat diambil tindakan oleh
pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak berkepentingan yang merasa
dirugikan (disebut: penggugat)
Pelanggaran
terhadap hukum perdata diambil diambil tindakan oleh pengadilan
setelah adanya pengaduan dari pihak ynag merasa dirugikan. Pihak yang
mengadu tersebut menjadi penggugat dalam perkara tersebut.
|
Pelanggaran
terhadap aturan hukum pidana segera diambil tindakan oleh aparat
hukum tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan, kecuali tindak
pidana yang termasuk dalam delik aduan seperti perkosaan, kekerasan
dalam rumah tangga, pencurian oleh keluarga, dll.
Pelanggaran
terhadap hukum pidana pada umumnya segera diambil tindakan oleh
pengadilan tanpa perlu ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Setelah
ada pelanggaran terhadap norma hukum pidana, maka alat-alat
perlengkapan negara seperti polisi, jaksa dan hakim segera bertindak.
1. Pihak
yang menjadi korban cukuplah melaporkan kepada pihak yang berwajib
(polisi) tentang tindak pidana yang terjadi. Dan yang menjadi penggugat
adalah Jaksa (Penuntut Umum)
2. Terhadap
beberapa tindak pidana tertentu tidak akan diamabil tindakan oleh
pihak yang berwajib jika tidak diajukan pengaduan, misalnya
perzinahan,pencurian, perkosaan dsb.
|
PERBEDAAN PENAFSIRAN
| |
HUKUM PERDATA
|
HUKUM PIDANA
|
Hukum perdata memperbolehkan untuk melakukan berbagai interpretasi terhadap Undang-Undang Hukum Perdata.
|
Hukum pidana hanya boleh ditafsirkan menurut arti kata dalam Undang-Undang Hukum Pidana itu sendiri. (penafsiran authentuik)
|
Sumber: http://padepokannurulhudaalfatawy.blogspot.co.id/2012/12/perbedaan-hukum-pidana-dengan-hukum.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar